Darurat Perundungan di Pendidikan Dokter Spesialis
Manage episode 435260497 series 3152218
Dugaan praktik bullying atau perundungan di pendidikan dokter spesialis kembali menggegerkan masyarakat. Seorang dokter muda, berinisial ARL, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, ditemukan meninggal di tempat indekosnya, pada Kamis, 15 Agustus lalu. Peserta program studi anestesi di RSUP Dr Kariadi, berusia 30 tahun ini, diduga bunuh diri karena mengalami perundungan.
Rektor Undip Suharnomo, melalui rilisnya, membantah dugaan adanya perundungan dan menyebut ARL memiliki masalah kesehatan yang memengaruhi proses belajarnya. Hingga sekarang, proses investigasi oleh Kementerian Kesehatan masih bergulir.
Beberapa waktu belakangan, pendidikan dokter spesialis memang tengah disorot. Sejumlah kasus bullying terkuak, misalnya, di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, khususnya di PPDS bedah syaraf RS Hasan Sadikin Bandung. Tahun lalu, Kemenkes juga menegur 3 rumah sakit yakni Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, RS Hasan Sadikin Bandung, dan RSUP Haji Adam Malik Medan.
Kemenkes pun membuka kanal pengaduan dan sudah menerima 1.500 laporan. Sebanyak 356 di antaranya, teridentifikasi sebagai kasus perundungan. Bentuk perundungannya beragam, mulai dari fisik, verbal, intimidasi, hingga nonverbal seperti pemaksaan untuk mengeluarkan biaya di luar biaya pendidikan yang ditetapkan.
Mengapa kasus perundungan masih terjadi di pendidikan dokter spesialis? Bagaimana cara memutus rantai perundungan ini? Apa saja dampaknya pada kualitas layanan kesehatan?
Kita bincangkan bersama Founder Junior Doctor Network Indonesia, dr. Andi Khomeini Takdir Haruni SpPD (K) dan Founder & CEO CISDI Diah S. Saminarsih.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
1324 에피소드